Senin, 18 Mei 2009

Jihad

Sering kita mendengar orang-orang berteriak atau meneriakan "Jihad" namun kebanyakan kurang memahami implementasi dari "Jihad" itu sendiri, atau bahkan mungkin kita sendiri menafsirkan "Jihad" itu adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan perang.
Dalam kamus bahasa Arab : Jihad itu sendiri = Berjuang untuk kepentingan yang ber orientasi di jalan Allah SWT.
Jihad itu sendiri dapat di golongkan menjadi :



• Jihad Moril (Jiwa Raga)
• Jihad Materil (Harta), dan
• Jihad Spirituil (Semangat).

contoh Jihad Moril :
Ikut berjuang (dimedan perang) atau seorang Ibu yang akan melahirkan.
contoh Jihad Materil (Harta) :
Memberikan bantuan (uang atau benda) seperti yang dilakukan Siti Khodijah (istri Rasulullah SAW),
atau menyumbangkan ke Mesjid.
contoh Jihad Sprituil (Semangat) :
Ikut membantu menyiapkan sarana (peralatan) perang atau
ikut membantu membangun sebuah Mesjid atau
ikut berunjuk rasa menentang kedzholiman.

Dari ketiga hal "Jihad" diatas, mana yang harus di utamakan ?
Ada dua buah kisah yang dapat dijadikan renungan kita semua.
Kisah Pertama :
Tatkala Rasulullah SAW akan berangkat menuju medan perang, seorang pemuda menerobos masuk diantara kerumunan orang lainnya, dan menghampiri Rasulullah seraya berkata : "Ya Rasulullah .. ijinkan saya ikut bersamamu, untuk berperang".
Rasulullah menatap orang tesebut kemudian berbicara :
"Apakah engkau mempunyai anak dan istri?"
orang itu menggeleng.
" Apakah engkau mempunyai Ayah atau Ibu ?"
kali ini orang itu mengangguk, lantas Rasulullah berkata :
"Kembalilah engkau kepada orang tuamu."

Kisah Kedua :
Suatu hari salah seorang sahabat Rasulullah SAW, Anas bin Malik bertanya
"Ya Rasulullah, mana yang engkau senangi, nafkah yang diberikan kepada Keluarga (istri dan anak) atau yang diberikan untuk Fisabilillah (dijalan Allah) ?"
Kemudian Rasulullah SAW menjawab :
"Satu dinar yang dinafkahkan oleh seseorang untuk keluarganya itu lebih aku senangi dari pada 100 dinar yang dinafkahkan dijalan Allah."
Dalam suatu hadist, Rasulullah menerangkan :
"Barang siapa seharian bersusah payah mencari nafkah untuk anak-anaknya, maka Allah akan mengampuni dirinya "

Jadi disini sudah jelas persepsi kita tentang " Jihad " dan implementasi serta manifestasinya bukan seperti apa yang dipikirkan atau di gambarkan oleh Gerrt "FITNA" Wilders dan kaum liberalisnya tersebut.

Dimana Allah SWT juga menuangkannya di dalam salah satu firman Nya :
" Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dijalan Allah .............mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia. " (QS: Al-Anfaal ayat 74)

Demikian Renungan Islam kali ini, semoga dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman bagi teman-teman-semua.
Wassalam ..
Wallahualam Bishawab.

Kamis, 07 Mei 2009

Hikmah di Balik Setiap Perintah dan Larangan

Bismillah..
Perbedaan antara seorang muslim dengan kafir dalam amal perbuatannya terutama didasarkan dari niatnya. Seorang yang beriman ketika mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya, selalu mendasarkan tindakannya itu atas perintah dan larangan dari Allah SWT. Sebaliknya seorang kafir tidak pernah menjadikan perintah dan larangan Allah SWT sebagai landasan amalnya.
Misalnya, ketika seorang muslim melakukan shalat dan ditanyakan kepadanya, mengapa dia shalat?, maka jawabannya adalah bahwa karena Allah SWT telah memerintahkannya untuk shalat. Tentang shalat itu ada manfaatnya buat kesehatan atau ketenangan jiwa dan sebagainya, tidaklah menjadi landasan dasar atas shalatnya. Dan di situlah peran niat yang sesungguhnya.
Surat Al Hujarat ayat 13 :
“ ….Sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah, ialah orang yang paling taqwa “

Demikian juga ketika seorang muslim meninggalkan khamar, zina, judi dan makan babi, niatnya semata-mata karena dia tunduk, taat dan patuh kepada larangan dari Allah SWT. Bukan sekedar mengejar hikmah dan tujuan yang bersifat duniawi. Tidak minum khamar bukan karena sekedar tidak mau mabuk, melainkan semata-mata karena Allah SWT mengharamkannya. Tidak mau zina bukan karena takut kena sipilis atau HIV, tetapi karena ada larangan dari Allah SWT. Demikian juga, tidak makan babi bukan karena takut ada cacing pita, melainkan karena Allah SWT sudah mengharamkannya.
Surat Al Baqarah ayat 173 :
“ Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu,bangkai darah, daging babi dan
binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah …......... “
Adapun orang kafir tidak pernah mendasarkan tindakannya itu karena iman dan ketundukan kepada aturan yang datang dari Allah SWT. Paling jauh, landasannya sekedar logika dan penemuan ilmiyah. Padahal, sesuatu yang ilmiyah itu justru bersifat nisbi dan sangat mudah berubah.
Kalau kita amati saat ini, banyak juga non muslim yang atas penemuan ilmiyahnya ikut-ikutan berpuasa sebagaimana seorang mukmin. Misalnya, karena kesimpulan ilmiyah membuktikan bahwa dengan mengosongkan perut, tubuh akan semakin sehat. Maka mereka pun berpuasa sebagaimana orang mukmin. Tetapi disisi Allah SWT, puasa non muslim itu sama sekali tidak ada nilainya.
Mengapa?
Karena puasanya buka lantaran taat kepada Allah SWT, melainkan semata-mata karena kesimpulannya sendiri.
Penelitian ilmiyah dan beragam hikmah serta rahasia ibadah seperti ini buat seorang mukmin tidak menjadi dasar mengapa dia berpuasa. Sebab dasar ibadah hanyalah semata-mata karena perintah dari Allah, bukan karena ingin sehat atau sebab-sebab lainnya.
Kita adalah seorang muslim yang taat pada perintah dan larangan Allah SWT, sedangkan orang kafir yang ingkar -bukan hanya pada perintah dan larangan Allah- bahkan keberadaan dan kebenaran Allah SWT sebagai tuhan pun diingkarinya. Bagaimana mungkin seorang yang mengingkari eksistensi Allah bisa menerima dan memahami aturan-aturan dari-Nya?
Jawaban seperti itu bukan berarti kita menafikan adanya manfaat dan hikmah di balik setiap perintah dan larangan dari Allah SWT. Tentu manfaat dan hikmahnya banyak sekali kalau mau diungkap, bahkan selalu ada penemuan baru yang bersifat ilmiyah dan mampu membuktikan kebenaran agama Islam. Termasuk hikmah di balik pelarangan makan babi. Selain karena babi hidup lebih jorok dari hewan ternak lainnya, juga semua agama samawi baik yahudi, nasrani dan Islam, sepakat memposisikan babi sebagai lambang kebusukan dan kenajisan.
Banyak orang mengungkapkan bahwa babi itu kalau terpaksa, mau makan kotorannya sendiri. Sementara hewan lainnya masih punya harga diri. Mendingan mati dari pada makan kotorannya sendiri.Juga banyak yang mengatkan bahwa daging babi terlalu banyak mengandung zat-zat yang berbahaya bagi tubuh manusia. Karena makannya tidak terkontrol, apa saja dimakannya, sehingga tubuhnya pun mengandung segala jenis penyakit.
Dan masih banyak lagi rahasia dan hikmah di balik pelarangan makan babi yang bisa dapatkan. Namun semua itu sekedar menambah keyakinan yang sudah ada di dalam hati kita. Bukan sebagai landasan utama. Dan buat kita, apakah di balik larangan makan babi itu ada hikmah atau tidak, sama sekali tidak ada hubungannya dengan ketaatan kita kepada Allah SWT yang telah melarang kita makan babi.
Allah itu adalah sebaik-baiknya pemberi nikmat, dan apa yang telah Allah ciptakan semuanya mempunyai manfaat dan hikmah, manfaat itu bukan berarti kita harus memakan atau mengkonsumsinya tetapi manfaat itu bisa juga untuk ilmu pengetahuan dan perbandingan kita.

Surat Al Maaidah ayat 3 :
“ ….................................Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat Ku, dan telah Ku ridhoi islam itu jadi agama
bagimu …................. “

Surat Az Zumar ayat 9 :
“ … katakanlah : Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran “

Surat Al Mujaadalah ayat 11 :
“ …. Allah meninggikan orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat … “

Dan dibalik penciptaan babi tersebut, adalah agar kita manusia (salah satu) mahluk
ciptaan Allah disuruh berfikir mana yang baik dan mana yang tidak baik.
Tentu kita sama mengetahui, bagaimana Malaikat bertanya kepada Allah, mengenai maksud Allah untuk menciptakan khalifah (orang) dimuka bumi ini
(buka Surat Al baqarah ayat 30)

Demikanlah sedikit pemaparan yang ane coba kupas, mudah-mudahan ada manfaatnya, dan mohon maaf bila kurang berkenan .. Wallahualam bisshawab.

Artikel diambil dari tulisan Rekan :
Nurdi Gunawan




em>


artikel literatur :
Tafsir Al Quran (Departement Agama RI)
Kitab Irsyadul Ibad